Seperti biasa, setiap pagi aku duduk di sudut café dekat rumahku,
menikmati secangkir kopi kesukaanku sambil memikirkan kelanjutan cerita untuk
blog-ku. Sesekali kuseruput kopi manisku, menambahkan beberapa ide, dan mencoret
yang kupikir kurang bagus. Ya, kopiku tidak pahit, tapi manis, secangkir besar café
latté dengan sedikit tambahan gula, kalau kau boleh menyebutnya cangkir.
Sambil bergumam sendiri kutambahkan lagi beberapa ide untuk
kelanjutan novelku, sementara tangan kananku sudah sibuk dengan kebiasaan
lamanya; memilin-milin rambut hitamku yang ikal dan panjang. Saat ini aku
sedang mengerjakan novel romantis, dan ini adalah pengalaman pertamaku.
Biasanya aku lebih sering menulis cerita fantasi atau misteri, tapi karena penasaran
aku jadi ingin mencoba cerita romantis. Kemarin baru kupublikasikan chapter
pertamanya dan para pembacaku memberikan respon positif, mereka menunggu
kelanjutan ceritanya.
Kalau kalian penasaran, ceritanya sebenarnya sederhana, tentang
seorang gadis yang jatuh cinta kepada sahabat dekatnya sendiri dan terlalu
takut untuk mengungkapkan perasaannya. Dia takut itu akan merusak persahabatan mereka
dan membuat sahabatnya itu justru menjauhinya. Bertahun-tahun gadis ini
memendam perasaanya sampai akhirnya mereka harus berpisah karena sahabatnya itu
harus pindah ke kota lain bersama keluarganya.
Aku sudah menemukan beberapa ide yang cocok untuk kelanjutan
ceritanya dan baru akan mulai menulis saat seseorang tiba-tiba mengejutkanku,
"Kau tahu, kau terlihat sangat seksi setiap kali kau melakukan itu."
Sebuah suara berat seorang pria membuatku terlonjak dan nyaris
menjatuhkan cangkir kopiku, "Tolong berhenti menggigit bibirmu seperti itu,
aku hampir tak bisa berdiri," lanjutnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Aku mendongak menatapnya tanpa bisa berkata apapun. Aku memang tak
biasa berinteraksi langsung dengan orang lain, apalagi dengan seorang pria, dan
lebih tepatnya seorang pria asing yang tampan dan seksi seperti dia. Badannya kejar
dan tegap, wajahnya tegas tapi tak menakutkan, jenggot tipis di rahang kokohnya
membuatnya makin terlihat seksi. Tapi yang paling menghipnotisku adalah kedua nata hitamnya yang memberikan efek rileks yang menyenangkan. Ya Tuhan apa yang barusan kupikirkan?
"Er...maaf?" kataku tak yakin. Aneh, biasanya aku langsung
gemetaran dan sulit bicara bila bertemu orang asing. Lalu pria seksi itu
tiba-tiba tertawa, tawa lepas yang terdengar renyah dan merdu yang membuatku
merona. Ya ampun, apa yang terjadi denganku?
"Maaf, jangan aku bukan bermaksud menakutimu," katanya
dengan senyum yang lebih manis dari kopiku, "Boleh aku duduk?"
Sebelum kupersilahkan dia sudah menarik kursi di hadapanku dan
meletakkan dua cangkir besar di meja. Sejak kapan dia membawa dua cangkir itu?
"Sepertinya kau perlu tambahan kopi," katanya menyodorkan
salah satu cangkirnya padaku. Aku melirik cangkirku dan memang sudah kosong,
"Iya, tapi..."
"Café latté dengan sedikit tambahan gula, kan?" potongnya
sebelum aku sempat bicara.
"Bagaimana...?"
"Sudah lama aku ingin menyapamu," jelasnya masih dengan
senyuman yang terlalu manis itu.
"Oh ya?"
"Ya, tapi kau selalu sibuk, terlalu asyik dengan kopi dan
ceritamu."
Aku mengerutkan dahi bingung, "Aku pembaca setia blog-mu, aku
jatuh cinta pada setiap tulisanmu. Setelah sekian lama membaca semua ceritamu,
aku jadi ingin bertemu langsung denganmu."
"Oh, terima kasih."
"Ya, tapi aku tidak pernah berani menyapamu," katanya
sambil menggaruk kepalanya yang kuyakin tidak gatal itu, oh God dia terlihat
makin seksi saat tersipu seperti itu, oops.
"Jadi setiap pagi aku hanya bisa duduk di seberang sana sambil
memerhatikanmu menikmati kopi dan menulis. Maaf kalau jadinya terkesan seperti
penguntit, aku tak bermaksud begitu."
"Tidak masalah, selama kau tidak berbuat macam-macam," kataku
setengah jujur, kau berbuat macam-macam pun sepertinya aku akan pasrah. Oh
Tuhan, dari mana pikiran kotor ini muncul? Ada apa denganku?
"Oh, ya ampun, di mana letak kesopananku? Aku David, David
Pratama, salam kenal," katanya sambil mengulurkan tangannya yang besar,
mulutnya tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang putih.
"Elisa, oh well, kau tentu sudah tahu," sahutku menyalami
tangannya, yang terasa agak kasar tapi begitu pas dan nyaman dalam genggamanku,
rasanya enggan melepas genggaman tangannya.
"Ehem, apa perlu kupotong tanganku agar bisa kau bawa
pulang?"
Seketika itu juga langsung kulepas tanganku. Ya ampun, memalukan
sekali, aku yakin wajahku pasti semerah tomat sekarang. Sementara itu David justru
tertawa lepas, tawa merdu yang terdengar seperti lagu di telingaku.
Lalu kami mengobrol tentang banyak hal. Aneh rasanya karena aku baru
mengenal David beberapa menit yang lalu tapi kami bercengkerama seperti sahabat
lama. Aku yang biasanya gugup dan canggung bisa bercerita dan tertawa lepas
dengan pria yang baru kukenal ini.
Tapi siapa yang tak merasa nyaman berbicara dengannya? David pria
yang sangat sopan, dia orang yang cerdas dan berwawasan luas. Dia juga lucu dan
sangat mudah menbuatku tertawa. Dan jangan lupa dia sangat seksi. Well, tentu
dia bukan pria seksi dan tampan pertama yg kutemui, masih banyak yang lebih
keren dan tampan, tentu saja. Tapi David satu-satunya pria yang bisa membuatku
bicara dan bersikap terbuka tanpa canggung dan gelisah.
Entahlah, tapi ada perasaan aneh yang terasa familiar yang membuatku nyaman dan tenang saat berbicara dengannya. Tiap kali bibirnya tersenyum, tiap kali suara merdunya berbicara, dan tiap kali mata hitamnya menatap tepat ke kedua mataku, tubuhku bergetar bukan karena gelisah tapi karena terpesona, dan emosiku begitu tenang dan nyaman.
"Sejujurnya, jauh sebelum membaca ceritamu, kita pernah bertemu
sekali di sebuah café," kata David masih dengan senyum mautnya itu.
"Oh ya? Kapan?"
"Lima tahun yang lalu, saat itu kita tak sengaja memesan kopi secara
bersamaan. Kita sama-sama berlari ke barista dan memesan pesanan yang sama
sampai-sampai si barista itu terkejut dan bingung. Saat itu kita sama-sama
memesan café latté dengan sedikit tambahan gula," katanya lalu menyeruput
kopinya.
"Ya ampun, itu kan..."
"Cerita pertama di blog-mu," potong David, "Secangkir
kopi yang tak hitam."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.