Aku selalu percaya kalau cinta itu butuh proses. Dari saling mengenal, saling mengerti, saling mengisi, saling toleransi, dan saling berbagi. Tak ada yang instan dalam cinta, omong kosong yang mengatakan cinta pada pandangan pertama tak pernah sedikitpun kupercaya. Sampai hari itu tiba, hari di mana duniaku serasa dibalik 180 derajat.
Hari minggu itu seperti biasa aku lari pagi di lapangan sepak bola Unila. Hari itu aku memakai jaket, celana pendek, dan sepatu Earthwalk favoritku. Aku selalu menjaga penampilan, terutama sepatu, dan sepatu lari adalah koleksi favoritku. Don't judge.
Setelah berlari beberapa putaran kuputuskan untuk istirahat sejenak. Aku duduk di pinggiran lapangan sambil sesekali menenggak air mineral. Lalu saat hendak bangun untuk lari lagi sesuatu menarik perhatianku. Sepasang sepatu lari yang sangat langka baru saja lewat di depanku.
Kedua mataku terbelalak tak percaya. Sepatu itu adalah sepatu limited edition yang hanya diproduksi beberapa pasang saja. Sangat sulit untuk bisa mendapatkannya, bahkan aku harus gigit jari karena sudah kehabisan duluan. Dan tiba-tiba saja sepatu langka itu melangkah di hadapanku.
Entah apa yang terjadi, tapi tubuhku beraksi mendahului otakku. Tahu-tahu aku sudah berlari mendekati sepasang sepatu yang sudah mencuri hatiku itu, dan kedua mataku sama sekali tak beralih dari sepatu berwarna biru metalik dengan garis-garis merah itu.
Entah sudah berapa putaran aku berlari mengikuti pemilik sepatu langka itu diam-diam. Jarak antara kami tak lebih dari 2 meter, tapi mataku masih terpaku pada sepatu yang sudah membuatku begitu terpesona sehingga tak sekalipun kuangkat kepalaku untuk mengetahui siapa pemilik sepatu itu.
Tiba-tiba dia menepi dan berhenti, seketika akupun ikut berhenti, dan gilanya aku berhenti tepat di hadapannya yang sedang duduk meluruskan kedua kakinya menghadap ke arah lapangan.
Belum sempat aku berpikir harus berbuat apa sebuah suara merdu menyentakkanku, ''Ada perlu apa ya, kak?''
Perlahan kudongakkan kepalaku dan kedua mataku melebar saat melihat sosok luar biasa yang ada di hadapanku. Mulutku terkunci, tak ada satu katapun yang bisa kuucapkan. Jantungku mendadak berdetak seperti drum rock band sampai terasa mau lepas. Sial, sakit terpesonanya aku jadi sangat gugup.
Seorang gadis yang luiar biasa cantik duduk di hadapanku, dua mata hitamnya yang bening dan indah menatapku lembut, dan sebuah senyum yang meluluhkan hati terukir di wajahnya yang sangat cantik dan tampak cerah penuh semangat. Rambut panjangnya yang sehitam langit malam tergerai lurus di bahu kanannya, aku yakin pasti lembutnya tak kalah dengan sutera. Dia memakai jaket dan celana training berwarna biru laut, sangat cocok dengan kulit putihnya yang merona.
''Kak? Kakak nggak apa-apa?'' tanyanya setelah beberapa saat aku hanya mematung.
Aku gelagapan karena terlalu terpesona oleh kecantikan gadis itu, ''A...em...anu, itu...''
Belum pernah aku segugup ini, perasaan macam apa ini? Ini bukan pertama kalinya aku bertemu seorang gadis cantik. Tapi memang ada sesuatu yang lain dalam dirinya yang menarik perhatian dan konsentrasiku seperti magnet raksasa. Wajah cantiknya tampak manis dan serasi dengan sepatu langka itu.
''Em...anu...sepatu itu, itu bukannya sepatu Earthwalk limited edition yang dirilis awal tahun ini?'' tanyaku sambil menggaruk punggung kepalaku yang tak gatal.
Matanya berbinar setelah mengerti maksudku dan senyumnya melebar, memperlihatkan deretan gigi yang putih dan rapi, ''Ah, iya, bener kak,'' serunya semangat, ''Kakak kok tahu?''
Aku duduk di sampingnya, ''Tahu lah, aku kan sudah mengincarnya dari dulu, tapi sudah keliling kemana-mana nggak pernah dapat.''
''Wah, sayang banget yah.''
''Iya, padahal sepatu-sepatu limited edition sebelumnya semuanya bisa kebeli, tapi justru yang paling aku pengen malah nggak dapat,'' sahutku mendesah.
Gadis cantik itu menoleh dan tampak lebih sumringah lagi, ''Wah, kakak ngoleksi sepatu juga? Keren, boleh lihat nggak?''
Huh? Gadis cantik ini kolektor sepatu juga? Ini luar biasa, kupikir dia gadis yang lemah lembut dan tak tahu apa-apa soal sepatu, tapi ternyata dugaanku meleset 180 derajat.
''Loh, kamu juga suka ngoleksi sepatu?'' tanyaku balik.
Dengan semangat dia menganggukkan kepalanya, ''Iya kak, aku punya 23 pasang di rumah,'' jawabnya mengejutkanku.
''Wow.''
''Hehe, aku suka nggak tahan kalau lihat sepatu keren,'' dia meringis malu-malu, ''Oh iya, namaku Ananda, panggil aja Nanda,'' katanya tiba-tiba mengulurkan tangannya yang putih bersih.
''Rian,'' sahutku menyambut uluran tangannya yang sangat lembut itu.
Lalu kami mengobrol banyak, lebih banyak tentang sepatu, sedikit tentang dirinya atau diriku. Nanda benar-benar gadis yang unik. Dia berperangai ramah dan mudah sekali akrab. Wawasannya luas dan cara bicaranya menunjukkan kecerdasan dan kedewasaan. Sepanjang kami bicara, kedua mataku tak jauh-jauh dari sepatu dan kedua mata hitamnya yang indah. Jantungku juga tak mau tenang sementara bibirku tak henti-hentinya tersenyum lebar.
Perasaan apa ini? Aku merasa begitu senang dan tenang berbicara dengannya dan berada di dekatnya. Ya ampun, sepertinya aku benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi kalau cinta orang lain dari mata turun ke hati, cintaku dari sepatu naik ke hati.
''Nda, malam minggu nanti sibuk nggak? Jalan yuk!''
Senyum lebar merekah di wajah cantik Ananda, kedua matanya berbinar saat kepalanya mengangguk semangat, ''Ayok!''