Senin, 08 Maret 2010

Lelaki Buta Berjaket Merah

Entah sejak kapan aku tertarik pada lelaki itu dan memperhatikannya diam-diam. Sudah lebih dari setengah tahun aku berjualan jagung bakar di pinggiran jalan raya Kota Bandar Lampung dan setiap malam lelaki itu berjalan di hadapanku, selalu jam 7 dan jam 12.

Dia selalu berpenampilan rapi dan mengenakan sebuah jaket merah tebal, walaupun seluruh pakaiannya tidak tergolong pakaian mahal.

Dan dengan sebuah tongkat besi yang diketuk-ketukkannya di atas aspal, lelaki itu berjalan dengan santai, seolah dia bisa melihat semuanya dengan sangat jelas, atau mungkin dia sudah hafal jalan yang sudah sangat sering dilewatinya itu. Wajahnya tampak sangat tenang dengan sebuah senyum samar di kedua bibirnya. Tapi aku tak pernah tahu seperti apa bentuk matanya karena keduanya selalu ditutupi oleh sebuah kaca mata hitam.

Aku sering berpikir, ke mana dia pergi tiap malam? Tempat seperti apa yang dia tuju? Apa yang dilakukannya selama lima jam itu? Dan di mana rumahnya? Apakah jauh? Apakah harus menempuh beberapa jam berjalan kaki sebelum akhirnya melewatiku?


Aku juga suka membayangkan, apakah dia sudah berkeluarga? Apakah ada seorang istri yang setia merawatnya setiap hari dan selalu menunggu kepulangannya tiap malam? Apakah dia sudah mempunyai seorang anak? Beberapa anak? Atau dia hanya tinggal sendirian di sebuah rumah petak yang kecil?

Belakangan aku suka menyapanya, saat berangkat maupun pulang. Dan lelaki itu selalu menjawab dengan wajah tersenyum. Yang membuatku heran, untuk ukuran lelaki berpostur cukup tinggi dan bidang, menurutku suaranya terlalu lembut. Tapi aku senang melihat wajah ramahnya tersenyum saat membalas sapaanku.

Pada suatu hari aku memberanikan diri untuk bicara padanya dan bertanya ke mana tujuannya, apa yang dia kerjakan dan di mana rumahnya. Aku sangat terkejut mendengar jawabannya, ternyata dia adalah seorang guru, tepatnya guru privat Bahasa Inggris. Dia bekerja di sebuah lembaga kursus privat.

Setiap hari Senin, Rabu dan Jum'at dia pergi ke sebuah rumah di kawasan perumahan elit yang jaraknya sangat jauh dari rumahnya sendiri. Di sana dia mengajari dua orang kakak beradik yang masih duduk di bangku SMA.

Bukan cuma itu, siang harinya dia mengajar di tempat lain. Bukan pelajar, tapi seorang pengusaha muda, dan rumahnya tak kalah jauh dari rumah muridnya yang SMA.

Sungguh menakjubkan, dengan keterbatasan fisiknya dia mampu melakukan hal yang bahkan orang normal pun mungkin kesulitan melakukannya. Karena setiap kali dia pergi mengajar murid-murid privatnya, dia selalu berjalan kaki dan sendirian.

Oh ya, hampir lupa, namanya Pak Arsyad, seorang sarjana pendidikan. Dia sudah berkeluarga, mempunyai dua orang putra yang sedang kuliah di sebuah universitas negeri.

Sejak saat itu, setiap pulang dari mengajar Pak Arsyad selalu mampir dan ngobrol denganku. Dan aku selalu memberikan jagung bakar untuknya dan keluarganya. Awalnya dia ingin membayar jagung bakar itu, tapi setelah ku paksa akhirnya dia mau menerimanya dengan cuma-cuma.

Makin lama kami makin akrab. Aku sangat menyukainya dan tak bisa berhenti kagum padanya. Wawasannya sangat luas dan cara bicaranya sangat berwibawa, meskipun suaranya tidak besar dan berat.

Beberapa bulan kemudian aku tidak lagi melihat Pak Arsyad melintasi tepi jalan raya seperti biasanya. Aku tidak tahu apa yang terjadi, mungkin dia mengajar di tempat lain, dia tidak mengatakan apa-apa pada pertemuan terakhir kami.

Aku benar-benar merasa kehilangan, dia bukan sekedar teman ngobrol sebelum pulang jualan, tapi dia juga sudah seperti orang tua dan guru bagiku, meskipun aku hanya mengenalnya selama beberapa bulan.

Yang aku sesalkan, aku tidak bisa menghubunginya, aku pun tidak tahu di mana tempat tinggalnya. Aku berharap suatu saat bisa bertemu lagi dengannya, berbincang dengannya, mendengarkan nasihat-nasihatnya ataupun cerita-cerita menarik saat dia mengajar privat. Pak Arsyad, di manapun kau berada sekarang, tetaplah bersemangat menyebarkan ilmu, semoga Tuhan selalu melindungimu.


Bookmark and Share

1 komentar:

  1. ke..keren, kang.. jujur syah lbh ska tulisan kakang yg modelnya bgini..
    *ah, tp yg lainnya jga mantep kok :3

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.